Di Balik Si Entin


Kacang panjang, cabe, lidah buaya, jambu, belimbing, gac... semua saya tanam.
Menanam itu bagi saya  buat senang-senang.
Senang ketika kotiledon pecah
Senang ketika tunas baru bermunculan
Lalu kenapa belakangan banyakan porsi buat tin?
Keterbatasan lahan saja sebenarnya.
Saya jadi harus selektif memilih yang tidak terlalu makan tempat, unik, bermanfaat, etc.
Dan tin ternyata memenuhi semua itu hingga kesenangannya bertambah.
Senang saat ada orang bertanya,"Tanaman apa itu, mas?"
Senang ketika tahu ternyata manfaatnya banyak buat kesehatan. Segambreng!
Senang saat memetik buahnya yang berlainan bentuk, warna, ukuran tiap jenisnya.
Senang saat ada yang membawa pulang daunnya dan datang lagi seraya berkata,"Badan saya lebih seger...."
Peluang nih...
He... he....

> Bukannya mahal dan beresiko ya, nanam tin? Fresh cangkok akar gondrong saja masih banyak mati pas repotting, meski konon sudah bergelar master?
Memang. Tapi jauh lebih mahal impor sendiri dari luar negeri. Jauh lebih beresiko juga.
> Tanganmu kan dingin. Makanya pada subur.
Tanaman itu gak butuh tangan dingin. Yang dia butuhkan media yang tepat dan nutrisi yang cukup
> Tapi tanganku panas.
Rendam di es batu kalau mau dingin.
>Tapi....
Stop! Cukup mengumpulkan alasan. Jangan sampai si entin bilang," Rangga, yang kamu lakukan pada saya itu... JA HAT!"

.
.
.
.
>> dialog imajiner sambil nikmatin pala pusing dan idung meler <<

0 komentar: