Alhamdulillah bertemu Bapak ini di panasnya Cikarang yang berdebu.
Bapak yang pernah membuat saya menangis.
Beberapa bulan yang lalu. Atau setahun yang lalu, mungkin....
Malam itu menjelang Isya, jalanan Teleng rusak parah.
Saya harus fokus ke jalan dan kendaraan di depan yang tersendat layaknya siput. Lubang jalanan sebagian tertutup air, sisanya licin tertimpa gerimis.
Terlihat sebuah gerobak pelan menyusuri jalan. Sangat pelan. Yang mendorong adalah seorang bapak dengan tangan kiri. Tangan kanannya memegang kruk sebagai tumpuan pengganti kaki kanan yang bengkok.
Ingin berhenti saat itu juga, tapi pasti akan jadi sumber kemacetan baru.
Terlepas dari jalan rusak saya menunggu di depan RS Amanda. Bermenit-menit kemudian bapak itu baru sampai. Dari tempat berjarak sekitar 100 meter.
Dagangannya masih banyak. Risol, tahu, bacang, dsb masih menumpuk di gerobak. Sementara malam telah tiba.
Setelah membeli dan berbasa-basi sejenak, saya tanyakan tentang kakinya.
"Ditabrak angkot," jawabnya.
"Waktu itu boncengan berdua sama istri. Istri juga patah kakinya. Tidak berobat, tidak ada biaya..."
"Kenapa tidak mangkal saja, pak... jualannya?"
"Tidak punya tempat mangkal. Rejeki saya dari muter. Saya syukuri. Kaki saya sudah lama tidak sembuh. Saya pasrah. Saya berusaha ikhlas..."
Bapak itu menjawab dengan tersenyum. Senyum yang getir.
Saya hanya bisa termangu. Antara sedih, kagum, dan malu.
Mata saya mendadak panas, hingga terasa ada yang menggenang.
Menetes bersama air hujan...
0 komentar:
Posting Komentar